Selasa, 10 Mei 2011

PROFIL KEMISKINAN DAN PENANGGULANGANNYA DI INDONESIA
Profil penduduk miskin

Kemiskinan merupakan suatu persoalan yang pelik dan multidimensional. Ia merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan dan mekanisme ekonomi, sosial dan politik yang berlaku Setiap upaya penanggulangan masalah kemiskinan secara tuntas menuntut peninjauan sampai ke akar masalah, tak ada jalan pintas untuk menanggulangi masalah kemiskinan ini.

Penanggulangannya tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa. Kalaupun kita telah berketetapan hati untuk mengenyahkan kemiskinan dalam waktu yang relatif singkat, niscaya yang bisa teratasi hanya sebagian saja.

Dalam pelaksanaan program pengentasan nasib orang miskin, keberhasilannya tergantung pada langkah awal dari formulasi kebijakan, yaitu dengan tidak memperlakukan si miskin ini secara pukul rata, tetapi terlebih dahulu mengidentifikasikan siapa sebenarnya si miskin tersebut dan dimana ia berada. Kedua pertanyaan itu dapat dijawab dengan melihat profil si miskin itu sendiri, antara lain berupa karakteristik ekonominya, seperti sumber pendapatan, pola konsumsi/pengeluaran, tingkat beban tanggungan dan lain lain. Juga perlu diperhatikan profil si miskin yang berupa karakteristik sosial budaya dan karakteristik demografinya seperti tingkat pendidikan, cara memperoleh fasilitas kesehatan, jumlah anggota keluarga, dlsb.

Pertanyaan kedua tentang dimana si miskin berada, dapat dijawab dengan melihat karakteristik geografisnya, yaitu dengan menentukan dimana penduduk miskin terkonsentrasi, apakah di desa atau di kota, selanjutnya secara lebih mendalam dapat dilakukan kombinasi antara karakteristik sosial budaya, ekonomi, dan demografi, termasuk karakteristik geografisnya. Misalnya untuk daerah perkotaan perlu diketahui apakah mereka yang termasuk miskin tersebut lebih banyak bekerja di sektor-sektor bangunan dan konstruksi ataukah sektor perdagangan. Sedang di daerah pedesaan , harus diketahui apakah yang miskin ini lebih banyak sebagai pekerja pertanian (petani) atau pekerja perikanan (nelayan).

Dengan memperhatikan profil kemiskinan, maka diharapkan kebijakan yang disusun dalam mengentaskan orang miskin akan lebih terarah dan lebih tepat sasaran Demikian pula, akan dapat dievaluasi apakah kebijakan pemerintah yang diaplikasikan selama ini mendukung atau malah justru bertentangan dengan usaha mengurangi jumlah penduduk miskin.

Bagian ini mendiskripsikan siapa si miskin tersebut dan dimana ia berada dengan membuat suatu profil kemiskinan yang selengkap dan semutakhir mungkin. Usaha ini tentu saja banyak bergantung pada ketersediaan data agregat baik secara nasional maupun provinsi, yang memuat berbagai macam informasi tentang keadaan ekonomi, sosial budaya, serta kondisi demografi dan lokasi geografi penduduk Secara nasional misalnya dapat kita ambil data dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

Program pengentasan kemiskinan yang selama ini telah dilaksanakan oleh pemerintah seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Raskin dan lain sebagainya, memang bertujuan untuk membantu orang miskin, namun barangkali perlu dipertanyakan apakah program ini juga merupakan program pengentasan kemiskinan atau hanya sekedar program pelipur lara bagi orang miskin, karena pada hakekatnya si miskin tetap pada kemiskinannya.

Dalam memaparkan profil kemiskinan, rumah tangga, keluarga dan juga anggota rumah tangga dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok (anggota) rumah tangga miskin, dan tidak miskin. Rumah tangga miskin adalah rumah tangga yang konsumsinya tidak mencukupi kebutuhan minimum akan makanan dan non makanan yang nilainya diwakili oleh suatu garis kemiskinan. Rumah tangga tidak miskin adalah yang konsumsi per kepalanya di atas garis kemiskinan. Rumah tangga tidak miskin adalah yang konsumsi per kepalanya di atas garis kemiskinan berdasarkan metode Badan Pusat Statistik (BPS).

Lembaga pemerintah non departemen lainnya yang memiliki metode atau profil kemiskinan adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yang memiliki kriteria keluarga yang digolongkan atas lima tahapan, yaitu Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera I, Keluarga Sejahtera II, Keluarga Sejahera III, dan Keluarga Sejahtera III Plus.
Keluarga Pra Sejahtera adalah merupakan tahapan bagi keluarga yang kurang mampu dengan ciri-ciri berikut :
(i)pada umumnya anggota keluarga makan kurang dari dua kali/lebih sehari
(ii)anggota keluarga tidak memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah atau bepergian
(iii)rumah yang ditempati keluarga tidak mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik (layak huni),
(iv)bila pasangan suami isteri ingin ber KB tidak pergi ke sarana pelayanan kesehatan,
(v)tidak semua anak dalam keluarga yang berumur 7 - 15 th bersekolah.
Bila terdapat keluarga yang termasuk pada salah satu kategori diatas karena alasan materi, maka keluarga tersebut dapat digolongkan sebagai keluarga pra sejahtera.
Dari hasil pendataan keluarga yang dilaksanakan BKKBN pada tahun 2007 di Provinsi Banten diperoleh data keluarga pra sejahtera sebanyak 459.685 keluarga, menurun bila dibandingkan dengan data pada tahun 2006 yaitu sebanyak 462.578 keluarga pra sejahtera (Banten dalam angka 2006)

Penduduk miskin berdasarkan geografis

Penduduk miskin umumnya lebih banyak berada di daerah pedesaan daripada di daerah perkotaan. Sebagaimana kita ketahui bersama, pengangguran tersembunyi masih cukup banyak di daerah pedesaan, mereka ini pada umumnya merupakan buruh tani yang tidak memiliki lahan atau pengusaha tani dengan modal minim dimana akses ke lembaga keuangan formalpun sangat terbatas. Terlalu minimnya kepemilikan faktor-faktor produksi di luar tenaga kerja oleh penduduk desa ini mengakibatkan mereka sangat sulit untuk meningkatkan taraf kehidupannya.

Namun demikian, dari waktu ke waktu terjadi penurunan jumlah yang miskin di pedesaan sementara jumlah yang miskin di perkotaan terus meningkat. Fenomena ini salah satunya dapat dijelaskan oleh adanya pengalihan orang miskin dari pedesaan ke perkotaan melalui urbanisasi atau migrasi dari desa-ke kota. Pengangguran tersembunyi di pedesaan, yaitu buruh tani maupun petani gurem, tidak dapat memasuki sektor-sektor formal di perkotaan yang sangat terproteksi. Akibatnya mereka berkelana di sektor non formal perkotaan, baik sebagai penjual baso, pedagang asongan, pedagang kaki lima, pengamen, pemulung, gelandangan, bahkan pengemis dimana sebagian dari profesi ini membuat mereka tetap tergolong miskin.
Karakteristik demografis penduduk miskin

Beberapa karakteristik demografis dari rumah tangga miskin diantaranya adalah mengenai jumlah anggota keluarga dan tingkat beban tanggungan (dependency ratio), yaitu dengan membagi jumlah anggota rumah tangga/keluarga dengan jumlah anggota rumah tangga/keluarga yang bekerja. Tingkat beban tanggungan ini menunjukkan jumlah tanggungan dari setiap orang yang bekerja.(memperoleh upah atau penghasilan), dengan demikian tingkat beban tanggungan ini menunjukkan jumlah tanggungan dari setiap orang yang bekerja.

Secara umum keluarga miskin cenderung memiliki jumlah anggota keluarga lebih banyak dibandingkan keluarga tidak miskin. Jumlah anggota keluarga rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia berdasarkan SUSENAS 1990 adalah 5,8 jiwa, sedang rumah tangga tidak miskin hanya 4,5 jiwa. Variabel jumlah anggota rumah tangga sangat dominan sebagai penentu tahapan kesejahteraan keluarga, semakin besar jumlah anggota keluarga, semakin cenderung keluarga tersebut termasuk dalam golongan keluarga miskin.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa program Keluarga Berencana yang salah satunya bertujuan membatasi jumlah anggota keluarga merupakan salah satu kebijakan yang sejalan dengan usaha pengentasan kemiskinan.

Data tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah beban tanggungan keluarga miskin lebih besar dibandingkan dengan keluarga tidak miskin. Hal ini selain menunjukkan adanya korelasi yang tinggi dengan jumlah anggota keluarga miskin, juga menunjukkan bahwa tingkat pendapatan yang rendah dari anggota keluarga yang bekerja belum memadai guna membiayai semua anggota keluarganya. Secara umum setiap anggota rumah tangga yang miskin yang bekerja rata-rata menanggung 5,3 jiwa, sedangkan rumah tangga tidak miskin hanya 4,1 jiwa. berarti porsi pendapatan keluarga miskin yang digunakan untuk konsumsi lebih besar daripada keluarga tak miskin, akibatnya tidak ada uang yang dapat disisihkan untuk tabungan, sehingga kesempatan untuk memperbaiki taraf kehidupannya juga sangat terbatas.

Penyediaan lapangan kerja yang seluas-luasnya dan kemudahan dalam berusaha merupakan salah satu kebijakan yang tepat dalam usaha pengentasan rumah tangga miskin. Penyediaan lapangan pekerjaan dan kemudahan usaha ini perlu dibarengi dengan peningkatan produktivitas dan renumerasi (imbalan jasa faktor produksi) Dengan demikian pendapatan yang dibawa pulang (take home pay) dari pekerja/pengusaha yang bersangkutan dapat memadai untuk membiayai tanggungannya dan tersisa pula sebagian untuk ditabung yang berguna untuk pembentukan modal untuk memulai usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

Karakteristik ekonomi penduduk miskin

Dari hasil Susenas 90 tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar (66 %) kepala rumah tangga miskin adalah para pemilik usaha (yang memperoleh penghasilan, keuntungan atau bagian keuntungan dari usahanya.), lebih besar bila dibandingkan dengan yang memiliki jabatan/pekerjaan sebagai buruh, di daerah perkotaan jumlah kepala rumah tangga miskin yang pengusaha hampir sama jumlahnya dengan yang menjadi buruh, sedang di daerah-daerah pedesaan kebanyakan kepala keluarga miskin adalah para pengusaha gurem atau pengusaha lemah yang memberikan indikasi perlunya berbagai kebijakan dalam mengembangkan usaha kecil di pedesaan agar dapat lebih berkembang dan produktif sehingga meningkatkan kesejahteraan pemiliknya. Kebijakan yang diperlukan berupa langkah-langkah untuk mengatasi baik permasalahan penyediaan modal dan bahan baku, permasalahan produksi dan pengelolaan usaha, maupun permasalahan pemasaran.


Karakteristik Sosial Budaya

Dari hasil Susenas 90 itu pula tercatat bahwa tingkat pendidikan anggota rumah tangga miskin pada umumnya lebih rendah daripada anggota rumah tangga tidak miskin. Hanya 6,8 persen dari anggota rumah tangga miskin berpendidikan paling kurang SLTP, sedangkan untuk anggota rumah tangga tidak miskin ada 18,6 persen. Kemudian lebih dari 70 persen anggota rumah tangga miskin yang tidak sekolah atau tidak/belum tamat SD (Sekolah Dasar), sedangkan untuk rumah tangga tidak miskin yang tidak sekolah atau tidak/belum tamat SD sekitar 55,5 persen.

Salah satu upaya pengentasan kemiskinan yang dapat dikemukakan di Provinsi Banten ini adalah upaya BKKBN dalam membentuk kelompok-kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang tersebar di Provinsi Banten, anggota kelompoknya adalah para akseptor KB dari keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I, kelompok- kelompok UPPKS ini melakukan usaha ekonomi produktif atau home industri, jasa pelayanan dsb. di daerahnya sendiri.
Dari 4450 keluarga Pra Sejahtera dan 6865 keluarga Sejahtera I, telah terbentuk 811 kelompok UPPKS.

Dana yang telah digulirkan dari APBN untuk bantuan modal UPPKS ini selama periode 2006 -2007 berjumlah Rp. 485 juta, yaitu untuk 102 kelompok, dan dari dana tersebut telah bergulir lagi dana sebanyak Rp. 150 juta yang diberikan kembali pada 31 kelompok UPPKS. Selanjutnya direncanakan pada tahun 2008 ini untuk menggulirkan dana pada 36 kelompok.(Sumber : BKKBN, 2008)

Namun disayangkan, kegiatan yang positif bagi upaya pengentasan kemiskinan di Provinsi Banten ini belum sepenuhnya mendapat respons dari pemerintah daerah, hingga sampai saat ini bantuan yang berasal dari APBN Provinsi Banten sendiri masih belum mengucur sebagaimana yang diharapkan.

Demikianlah beberapa pandangan dari penulis yang dapat diketengahkan penulis sekaitan dengan profil serta upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia umumnya dan di Banten pada khususnya, semoga dapat menjadi bahan renungan bagi kita semua.

Sumber bacaan : Indonesia menjelang abad XXI, Faisal Basri, 1990.

Serang, Juli 2008
Djeny Ruslan.
Widyaiswara BKKBN Prov. Banten

Tidak ada komentar:

Posting Komentar